Indonesia Belum Cukup Kuat Hadapi MEA
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Indonesia dinilai belum cukup kuat, terutama menyangkut kesiapan daya saing. Apalagi, neraca perdagangan Indonesia dengan beberapa negara masih defisit.
Penguatan sektor UKM menjadi keniscayaan yang tidak bisa dielakkan untuk menghadapi persaingan pasar regional MEA. Walaupun saat ini UKM masih lemah, tapi sektor inilah yang paling menyentuh ekonomi rakyat di tengah pemberlakuan MEA. Demikian dikemukakan Ketua Komisi VI DPR RI Achmad Hafisz Tohir, sebelum rapat paripurna DPR, Senin (11/1).
“Kita harus fair, saat ini kita tidak cukup kuat hadapi MEA. Untuk itu, kami akan undang Menperin, Mendag, dan Menkop UKM untuk memaparkan kembali kesiapan menghadapi MEA tahun ini,” ucap politisi PAN ini. Yang selama ini sudah dilakukan adalah penguatan standardisasi produk barang dan jasa yang masuk ke pasar Indonesia oleh BSN.
Kemenperin sendiri, lanjut Hafisz, telah menyiapkan sekitar 3000 titik sektor penguatan untuk menghadapi MEA. Komisi VI akan menagih janji Kemenperin tersebut. Kalau semua titik itu sudah disiapkan, tentu neraca perdagangan Indonesia tidak seburuk sekarang. Dan yang jadi pertanyaan Hafisz, rezim pemerintahan sekarang justru banyak menumpuk utang untuk menutupi defisit anggaran. Ini ikut menurunkan daya saing kita di tengah MEA.
Menurut Hafisz, ada cara lain yang lebih bijak untuk diambil pemerintah daripada berutang, yaitu dengan barter jual beli barang lewat hubungan bilateral. Dengan sistem barter lebih menyelamatkan ekonomi nasional daripada menutupi kekurangan dengan utang. Di sisi lain, Hafisz menyarankan agar penghasilan kelas menengah ke bawah dinaikkan untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Ini penting dalam menyiapkan masyarakat menghadapi persaingan. (mh)/foto:iwan armanias/parle/iw.